Bagiku Ini Adalah Sukses Yang Tertunda
Bilal Idea - Apa benar anggapan sebagian orang sekarang ini bahwasanya pekerjaan tetap, status pegawai negeri, title panjang di depan dan belakang nama sampai ngantri adalah jaminan hidup enak berkecukupan sampai mati yang bisa di warisi anak istri ?
Tentunya hal ini tepat, apalagi bagi anda yang hingga saat ini masih demen hunting kerjaan sana-sini dan ingin hidup nikmat dengan fasilitas lengkap secara kilat, laksana para pejabat yang kerap di umpat oleh rakyat karena berbagai tindakannya yang “mungkin bejat” meski di bungkus rapat namun berkarat.
Dan anggapan seperti ini juga pernah saya temui sendiri di keluarga, dimana sugesti hidup enak ala pegawai juga para pejabat benar-benar menimbulan efek serta pemikiran yang berbahaya hingga merusak hubungan saudara seakan seperti tetangga baru yang enggan untuk bertegur sapa, karena menghalalkan segala cara.
Sungguh sebuah dilema masif yang sering terjadi di sana-sini, padahal jika kita ketahui dari 100% asumsi hidup enak dan kaya raya, faktanya hanya 10%_nya saja yang diisi oleh mereka para profesional seperti dokter, pengacara, pegawai negeri ataupun pejabat, 16% oleh pegawai swasta, CEO, atlit dan artis, sedangkan 74%_nya adalah entrepreneur atau wirausaha. Dan hal ini yang membuat saya senantiasa takjub, tertantang dan termotivasi secara penuh untuk dapat menjadi salah satu dari 74% yang ada, yaitu sebagai wirausaha.
Wirausaha ? Ya…wirausaha, yang saya maksud disini adalah mereka yang ingin mencapai sesuatu dengan rasa tanggung jawab dan sanggup menanggung resiko secara pribadi, mampu bekerja keras serta cekatan dengan berorientasi kemasa depan, dengan perencanaan yang matang.
Dan bila kita telah memulai untuk mengawali usaha apapun usahanya dan ternyata belum berhasil, contohnya saja seperti apa yang pernah saya lakukan bersama saudara ketika membuka warung bakso dan desain beberapa tahun yang lalu dimana profit serta penjualan meleset jauh dari yang di harapkan, boleh jadi ini adalah pelajaran dari yang Maha Kuasa agar kita tidak mengalami kerugian serta kebangkrutan yang lebih besar di kemudian hari, dan saya menyebutnya sukes yang tertunda, karena banyak entrepreneur besar yang kini telah berjaya dimana dulunya jatuh bangun karena kegagalan kerap menghampiri.
Gagal ? Tidak ada kata gagal, karena menurut saya Ini adalah sukses yang tertunda. Dan ini terbukti, kika bukan karena pelajaran berharga berupa kegagalan (sukses yang tertunda), mungkin hingga kini kita tidak akan bertemu dan merasakan Teh Botol Sosro. Sering mungkin kita melihat serta mendengar iklan “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro”, tapi apa juga sering kita berpikir bagaimana perjuangan pendiri Teh Botol Sosro hingga kini mampu membius berbagai kalangan masyarakat bahwasanya Teh botol ya Sosro, bukan yang lain.
Ya….inilah sisi lebihnya wirausaha yang kerap disapa entrepreneur dimana mampu membaca peluang pasar meski jatuh bangun kerap di laluinya, seperti yang dilakukan Sosrodjojo dalam memulai usaha Teh botolnya. Pada awalnya Sosrodjojo memulai dengan membuat teh wangi melati, yaitu campuran teh hijau dengan bunga melati pada tahun 1940 di Slawi, Jawa Tengah yang di beri cap botol dengan gambar botol pada kemasannya. Masapun berlalu hingga tahun 1965 generasi keluarga Sosrodjojo melakukan pengembangan usaha dengan melakukan promosi produknya ke Jakarta yang di koor dinir oleh Soetjipto Sosrodjojo. Di Jakarta mereka mencari tempat ramai dan melakukan promosi cicip rasa. Dan agar dapat di nikmati para penikmatnya, teh tersebut di seduh terlebih dahulu sebelum di bagi-bagikan kepada pengunjung. Namun wal hasil usaha kali ini tidak berhasil dikarenakan waktu untuk menyeduh teh sendiri memerlukan waktu 30 menit, dan sebab hal ini pengunjung tak sabar untuk menunggu.
Tapi….apa Cuma sampai disini saja ? tentunya tidak, justru Sosro tidak menyerah, dan belajar dari tertundanya keberhasilan pertama dimana usaha yang dilakukan dengan menyeduh secara langsung belum berhasil, kini sebelum berangkat berpromosi mereka menyeduh terlebih dahulu teh cap botol sebelum berangkat dan memanaskannya sebelum disajikan untuk dicicipi. Namun metode kali ini juga belum optimal, karena perjalanan menuju tempat promosi terbilang jauh sehingga banyak teh yang tumpah hingga sampel atau contoh untuk promosipun banyak berkurang dan habis. Menyiasati hal ini Sosro memasukkan teh kedalam botol bekas kecap yang telah dibersihkan terlebih dahulu. Dan dari sinilah muncul ide menjual teh cap botol dalam kemasan botol, wal hasil dengan metode kali ini promosi dapat berjalan dengan lancer dan berhasil untuk kali pertama.
Waktupun berlalu hingga pada tahun 1974 Sosro mendirikan pabrik the siap minum dalam kemasan botol pertama di dunia yang diberi nama PT.Sinar Sosro. Dan hingga kini Sosropun berhasil dengan sempurna terbukti dengan berkembangnya perusahaan, penjualan dan antusiasme warga masyarakat yang kini telah terbius dengan brandnya “Apapun makanannya, Minumnya teh botol sosro”.
Tak hanya Sosro saja, bahkan wirausaha muda yang kini menginspirasi saya juga pernah merasakan hal serupa, siapa dia ? sebut saja Elang, dan nama lengkapnya adalah Elang Gumilang. Dia adalah sosok pengusaha muda yang memulai karirnya dimasa SMA dengan berjualan kue donat yang diambilnya dari tetangga sembari sekolah. Memang tak mulus perjuangan yang dilaluinya, namun memang sudah menjadi cita-citanya sejak remaja, Elangpun menjalaninya dengan suka cita dan semangat ekstra.
Memasuki masa kuliah Elangpun masih eksis dengan usahanya, namun tak berhenti dengan produk donatnya yang di ambil dari tetangga, di bangku kuliah Elang mencoba berbagai produk termasuk bolam lampu yang dirasanya menjadi peluang saat itu. Namun itu masa lalu dan kini beralih dari sales person yang mengandalkan tenaga ekstra full kombinasi pikiran dan mental karena harus jalan kesana kemari, kini Elang telah berhasil dari bekerja keras menjadi bekerja cerdas dengan memanfaatkan pengalamannya, menjadi pengusaha muda yang memiliki aset gendut diatas 200 Milyar dengan berfokus pada Developer dan Property Invesment.
Memang tidak ada perusahaan serta usaha besar yang tidak pernah mengalami kerasnya perjuangan berupa tertundanya kesuksesan. Bahkan semakin banyak riwayat tertundanya kesuksesan atau biasa orang menyebutnya “kegagalan”, semakin baik sebuah perusahaan atau usaha seseorang. Jadi menurut saya yang paling penting disini adalah bukan berapa kali kesuksesan kita tertunda “gagal”, akan tetapi bagaimana kita dapat mengamati dan mengenali hal apa saja yang menyebabkan tertundanya kesuksesan kita dan bangkit untuk memperbaikinya supaya segera kita dapat raih kesuksesan usaha yang kita harapkan.
Jadi menurut apa yang saya rasakan dan amati, berpadu dengan aneka pengalaman para entrepreneur senior yang telah meraih masa kejayaannya sekarang ini, “jika kita pernah merasakan tertundanya kesuksesan, berarti semakin dekat kita menuju puncak kesuksesan itu.” Semoga. Aamiin.
Oleh : Ivan Purnawan
Sumber referensi : Cheng Har, Abdurrahman, Taheyya, Yogyakarta, 2007
5 komentar
titel ki mung menang kondang ro menang diajeni kok kang... Tapi nek penghasilan pastinya yo, tunggu dulu...., nggih mboten?
penuhilah segala prasyarat sebuah kesuksesan, maka kesuksesan menjadi sebuah risiko karya kita.....
bicara penghasilan adalah perkara yang sensitif, apalagi bertanya berapa penghasilan saya....jelas ini perkara yang sensitif benar, karena saya hingga saat ini tak pernah di gaji orang, bayankan....bayangkan....
sungguh bahasa yang berat dari sesepuh magelang, namun saya lebih suka menyebut kesuksesan adalah bingkisan spesial dari sebuah perjuangan
Berat sekali perjuangannya
Posting Komentar