Kurelakan Nikmat Dunia Untuk Pakaian Itu
Bilal Idea - Masihkah manusia berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan taqwa, ataukah mereka hanya berlomba-lomba dalam kesibukan dunianya ? Seakan terbalik 180 derajat tujuan hidup serta pemahaman sebagian mereka dengan lurusnya ajaran Rasululloh Sholallohu'alaihi wasallam dan para sahabat radhiallohuanhum.
Disaat Islam mengajarkan berbagai jalan menuju kesuksesan dunia serta akhirat, sebagian mereka berebut jalan demi kemaslahatan dunianya saja, tanpa memikirkan bagaimana balasannya di akhirat kelak.
Disaat Islam memberikan solusi hidup bahagia dan menjanjikan surge-Nya yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dengan berpegang teguh berdasar Al-Qur'an dan As-Sunnah, malah sebagian mereka mencari solusi dengan menghalalkan segala cara, bahkan menyekutukan dengan makhluk-Nya yang ringkih, dengan mendatangi dukun-dukun dan berhala-berhala yang justru akan menjadi hujah bagi mereka sendiri masuk kedalam siksanya di neraka.
Sungguh, meski bagi sebagian mereka masih menganggap emas, permata serta tahta terlihat menyilaukan mata, namun ternyata masih ada sebagian dari manusia yang rela berlomba-lomba dengan kemewahan dunianya, dan juga dengan tahta serta nasabnya untuk mendapatkan sebuah pakaian-Nya, pakaian yang dapat menghantarkan manusia memasuki surge-Nya, pakaian yang tak akan pernah usang, lusuh dan rusak dengan kerasnya kehidupan dunia, pakaian yang hanya dimiliki oleh orang-orang pilihan-Nya, pakaiannnya para Nabi, RasulNya, para Syuhada dan para Sahabat Radhiallohuanhum.
Kaum muslimin, pada asalnya harta dan tahta tidaklah tercela. Allah bahkan menyebut harta sebagai “khair” (kebaikan) dalam Al-Quran.
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak (khair), berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2] : 180).
Allah juga menyebutkan bahwa harta Allah jadikan sebagai “qiyâm” atau sesuatu yang menopang kehidupan manusia. Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya (anak yatim yang belum baligh), harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan (qiyâman). (QS. An-Nisa [4] : 5).
Kemaslahatan harta dalam urusan dunia sangat jelas. Adapun kemaslahatannya dalam urusan agama, maka ia juga sangat banyak. Banyak jenis ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan harta. Keterbatasan dalam harta bisa menjadi keterbatasan dalam beribadah. Dalam kendali dan pengaturan orang sholeh, harta adalah karunia terbaik yang mampu melesatkannya menjadi manusia mulia dan terhormat, baik dalam pandangan Allah, ataupun dalam pandangan manusia.
Hubungan dengan Allah akan semakin kuat, karena dengan hartanya seseorang akan lebih leluasa dalam mencari ilmu dan lebih tenang saat beribadah. Begitupun hubungannya dengan sesama, ia akan dengan mudah mempererat hubungan persaudaraan dan pergaulan dengan hartanya seperti dengan banyak memberi hadiah, makanan ataupun lain sebagainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi bersabda :
“Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh orang shaleh.” (HR Bukhari dalam al Adab al Mufrad : 299, dishahihkan al Albani).
Dari sisi yang lain, Allah sering mengingatkan, bahwa harta adalah fitnah. Sebagaimana dengan sebab harta manusia bisa beribadah, dengan sebab harta pula manusia bisa dengan mudah berbuat kemungkaran. Inilah diantara hikmah mengapa Allah membatasi rizki-Nya kepada sebagian manusia. Agar manusia tidak melakukan perbuatan melampaui batas.
Allah berfirman :
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy-Syura [42] : 27)
Dengan harta biasanya manusia menjadi orang yang suka bermewah-mewahan. Dan Allah Ta'ala mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang yang hidup mewahlah yang selalu menjadi penentang para utusan Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya :
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata : “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (QS Saba’ [34] : 34)
Disebabkan harta serta mengejar tahta, perhelatan manusia di dunia dalam mengumpulkan pundi-pundi kehidupan menjadi begitu ketat. Manusia saling berlomba, saling mengejar, dan tidak jarang saling menjatuhkan demi memperebutkan “nasib” dunianya. Hidup menjadi ajang persaingan yang pemenangnya ditentukan oleh banyaknya harta dan kekayaan juga tahta ataupun singgasana. Nasib baik dan keuntungan didasarkan pada perolehan materi semata. Kecenderungan inilah yang membuat manusia kerap lupa bahwa ada hak Allah yang harus ditunaikan dalam sikapnya terhadap harta. Padahal manusia tidak dibenarkan bersikap rakus, sombong dan berlebih-lebihan dengan harta. Harta merupakan karunia Allah yang seharusnya disyukuri dengan cara mengusahakan harta itu dari jalan yang halal dan membelanjakannya pada jalan yang juga diridhoi Allah.
Oleh karena itu, hanya orang-orang cerdas dan berilmulah yang dapat mengerti tujuan sesungguhnya, hanya merekalah yang Alloh Ta'ala berikan petunjuk mulia berupa hidayahlah yang mampu mengelola emas, permata dan juga tahta menjadi buah takwa berupa surgaNya yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Hanya orang-orang yang berjiwa haniflah yang rela mengorbankan harta dunianya demi sebuah pakaian.
Karena itu dapatkanlah pakaian yang indah nan mempesona itu, kenakanlah pakaian itu, dan berhias dirilah dengan pakaian itu, karena pakaian itu adalah pakaian Taqwa.
Oleh : Ivan Purnawan
Posting Komentar